photoshop 2 photo jadi 1

Minggu, 17 Juni 2012
 untuk Download klik Disini

poster kesehatan

 
ingin download klik Disini

BUDAYA INDONESIAN

Selasa, 12 Juni 2012

                      


                    

                      
                         

                         

                  

                   

                    

                    
 


GINJAL

Penyakit Ginjal. Dengan berat hanya sekitar 150 gram atau sebesar kira-kira separuh genggaman tangan kita, ginjal memiliki fungsi sangat strategis dalam mempengaruhi kinerja semua bagian tubuh. Selain mengatur keseimbangan cairan tubuh, eletrolit, dan asam basa, ginjal juga akan membuang sisa metabolisme yang akan meracuni tubuh, mengatur tekanan darah dan menjaga kesehatan tulang.
Menurut ahli ginjal, penyakit ginjal disebut kronik jika kerusakannya sudah terjadi selama lebih dari tiga bulan dan lewat pemeriksaan terbukti adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan sehingga terjadi gagal ginjal yang merupakan stadium terberat penyakit ginjal kronik. Jika sudah sampai stadium ini, pasien memerlukan terapi pengganti ginjal berupa cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal yang biayanya mahal.
Kenali Tanda-Tanda Penyakit Ginjal

Tanda-tanda penyakit ginjal sering tanpa keluhan sama sekali, bahkan tak sedikit penderita mengalami penurunan fungsi ginjal hingga 90 persen tanpa didahului keluhan. Oleh karena itu, pasien sebaiknya waspada jika mengalami gejala-gejala seperti, tekanan darah tinggi, perubahan jumlah kencing, ada darah dalam air kencing, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki, rasa lemah serta sulit tidur, sakit kepala, sesak, dan merasa mual dan muntah.
Penyakit ginjal memang bukan penyakit menular, setiap orang dapat terkena penyakit ginjal, namun mereka yang memiliki faktor risiko tinggi seperti mereka yang memiliki riwayat darah tinggi di keluarga, diabetes, penyakit jantung, serta ada anggota keluarga yang dinyatakan dokter sakit ginjal sebaiknya melakukan pemeriksaan dini.
Ada beberapa jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengetahui kesehatan ginjal, salah satunya yang paling umum adalah pemeriksaan urin. Jika ada kandungan protein atau darah dalam air kencing tersebut, maka menunjukkan kelainan dari ginjal.
Atau bisa juga melakukan pemeriksaan darah guna mengukur kadar kreatinin dan urea dalam darah. Jika kadar kedua zat itu meningkat, menunjukan gejala kelainan ginjal. Sementara pemeriksaan tahap lanjut untuk mengenali kelainan ginjal berupa pemeriksaan radiologis dan biopsi ginjal. Biasanya pemeriksaan ini atas indikasi tertentu dan sesuai saran dokter.
Langkah Pencegahan Penyakit Ginjal
Gangguan ginjal bisa dicegah dengan berbagai cara, terutama dengan menerapkan gaya hidup sehat. Berhenti merokok, memperhatikan kadar kolesterol, kendalikan berat badan, menghindari kekurangan cairan dengan cukup minum air putih tidak lebih dari 2 liter setiap hari. “Minum air secara berlebihan justru akan merusak ginjal,” kata Dr.David Manuputty, SpBU dari RSCM Jakarta.
Selain gaya hidup sehat, lakukan pemeriksaan kesehatan tahunan pada dokter, mintalah pula agar urin Anda diperiksa untuk melihat adanya darah atau protein dalam urin. Yang tak kalah penting, berhati-hatilah dalam menggunakan obat anti nyeri khususnya jenis obat anti inflamasi non steroid.

JANTUNG KORONER

Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jarinrangan ikat, perkapuran, pembekuan darah, dll.,yang kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari Angina Pectoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung, yang dalam masyarakat di kenal dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
Beberapa faktor resiko terpenting Penyakit Jantung Koroner :
  • Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi
  • Kadar Kolesterol HDL rendah
  • Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
  • Merokok
  • Diabetes Mellitus
  • Kegemukan
  • Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga
  • Kurang olah raga
  • Stress
Bila Anda menyandang salah satu atau beberapa faktor resiko tersebut diatas, Anda dianjurkan secara berkala memeriksakan kesehatan jantung Anda kepada seorang ahli. Adanya dua atau lebih faktor resiko akan berlipat kali menaikkan resiko total terhadap Penyakit Jantung Koroner.
Deteksi Penyakit Jantung Koroner
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya Penyakit Jantung Koroner antar lain : ECG, Treadmill, Echokardiografi dan Arteriorgrafi Koroner (yang sering dikenal sebagai Kateterisasi).
Dengan pemeriksaan ECG dapat diketahui kemungkinan adanya kelainan pada jantung Anda dengan tingkat ketepatan 40%. Kemudian bila dianggap perlu Anda akan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Treadmill Echokardiografi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut kemungkinan Anda akan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Arteriografi Koroner (Kateterisasi) yang mempunyai tingkat ketepatan paling tinggi (99 - 100%) untuk memastikan apakah Anda mempunyai Penyakit Jantung koroner.
Apakah Kateterisasi Jantung?
Kateterisasi Jantung merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa struktur serta fungsi jantung, termasuk ruang jantung, katup jantung, otot jantung, sserta pembuluh darah jantung termasuk pembuluh darah koroner, terutama untuk mendeteksi adanya pembuluh darah jantung yang tersumbat.
Prosedur tersebut dilakukan oleh Dokter Spesialis dengan menggunakan alat Angiografi. Dengan pemberian zat kontras melalui kateter, dokter dapat mengetahui secara tepat letak, luas, serta berat atau derajat penyempitan pembuluh darah koroner. Hasil akan di rekam secara jelas di dalam film atau CD (Compact Disc)

Potongan melintang pembuluh arteri yang normal/ sehat
Potongan melintang pembuluh arteri yang menyempit karena timbunan kolesterol

Bagaimana dengan hasil Kateterisasi Jantung?
Dokter Anda akan menjelaskan hasil film yang direkam selama tindakan dan kemungkinan pengobatan selanjutnya. Bila hasil dari film tersebut diketahui adanya penyempitan pembuluh koroner, maka dokter akan memberitahukan tindakan pengobatan selanjutnya apakah cukup dengan obat atau dengan tindakan pelebaran bagian pembuluh darah jantung yang menyempit atau tersumbat dengan menggunakan alat alat tertentu atau ditiup, Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty, di singkat PTCA atau akhir akhir ini disebut Percutaneous Coronary intervention yang disingkat PCI; atau harus dilakukan Operasi Jantung Terbuka (Open Heart Surgery) untuk memasang pembuluh darah baru menggantikan pembuluh darah jantung yang tersumbat Coronary Artery Bypass Surgery disingkat CABG.
Bagaimana dengan resiko Kateterisasi Jantung?
Dengan semakin canggihnya peralatan Angiografi dan berkembangnya teknik teknik baru, pada umumnya tindakan kateterisasi secara praktis dianggap tidak ada resiko.
Menurut data statistik dari ribuan pasien yang telah menjalankan kateterisasi di RS Medistra menunjukkan bahwa angka keberhasilannya amat tinggi, setingkat dengan yang dilakukan di Amerika Serikat.
Sebelum Tindakan
Sesudah Tindakan
Apa yang dimaksud dengan tindakan "Peniupan" (PTCA-PCI)?
Tindakan "peniupan" atau "balonisasi" atau "Angioplasti" bertujuan untuk melebarkan penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter khusus yang ujungnya mempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan tepat ditempat penyempitan pembuluh darah jantung. Dengan demikian penyempitan tersebut menjadi terbuka.

http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76

DIABETES MELLITUS

Most pediatric patients with diabetes have type 1 diabetes mellitus (T1DM) and a lifetime dependence on exogenous insulin. Diabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder caused by an absolute or relative deficiency of insulin, an anabolic hormone. Insulin is produced by the beta cells of the islets of Langerhans located in the pancreas, and the absence, destruction, or other loss of these cells results in type 1 diabetes (insulin-dependent diabetes mellitus [IDDM]). A possible mechanism for the development of type 1 diabetes is shown in the image below. (See Etiology.)
Possible mechanism for development of type 1 diabePossible mechanism for development of type 1 diabetes.
Type 2 diabetes mellitus (non–insulin-dependent diabetes mellitus [NIDDM]) is a heterogeneous disorder. Most patients with type 2 diabetes mellitus have insulin resistance, and their beta cells lack the ability to overcome this resistance.[1] Although this form of diabetes was previously uncommon in children, in some countries, 20% or more of new patients with diabetes in childhood and adolescence have type 2 diabetes mellitus, a change associated with increased rates of obesity. Other patients may have inherited disorders of insulin release, leading to maturity onset diabetes of the young (MODY) or congenital diabetes.[2, 3, 4] This topic addresses only type 1 diabetes mellitus. (See Etiology and Epidemiology.)

Hypoglycemia

Hypoglycemia is probably the most disliked and feared complication of diabetes, from the point of view of the child and the family. Children hate the symptoms of a hypoglycemic episode and the loss of personal control it may cause. (See Pathophysiology and Clinical.)[5]
Manage mild hypoglycemia by giving rapidly absorbed oral carbohydrate or glucose; for a comatose patient, administer an intramuscular injection of the hormone glucagon, which stimulates the release of liver glycogen and releases glucose into the circulation. Where appropriate, an alternative therapy is intravenous glucose (preferably no more than a 10% glucose solution). All treatments for hypoglycemia provide recovery in approximately 10 minutes. (See Treatment.)
Occasionally, a child with hypoglycemic coma may not recover within 10 minutes, despite appropriate therapy. Under no circumstances should further treatment be given, especially intravenous glucose, until the blood glucose level is checked and still found to be subnormal. Overtreatment of hypoglycemia can lead to cerebral edema and death. If coma persists, seek other causes.
Hypoglycemia was a particular concern in children younger than 4 years because the condition was thought to lead to possible intellectual impairment later in life. Persistent hyperglycemia is now believed to be more damaging.

Hyperglycemia

In an otherwise healthy individual, blood glucose levels usually do not rise above 180 mg/dL (9 mmol/L). In a child with diabetes, blood sugar levels rise if insulin is insufficient for a given glucose load. The renal threshold for glucose reabsorption is exceeded when blood glucose levels exceed 180 mg/dL (10 mmol/L), causing glycosuria with the typical symptoms of polyuria and polydipsia. (See Pathophysiology, Clinical, and Treatment.)
All children with diabetes experience episodes of hyperglycemia, but persistent hyperglycemia in very young children (age < 4 y) may lead to later intellectual impairment.[6, 7]

Diabetic ketoacidosis

Diabetic ketoacidosis (DKA) is much less common than hypoglycemia but is potentially far more serious, creating a life-threatening medical emergency. Ketosis usually does not occur when insulin is present. In the absence of insulin, however, severe hyperglycemia, dehydration, and ketone production contribute to the development of DKA. The most serious complication of DKA is the development of cerebral edema, which increases the risk of death and long-term morbidity. Very young children at the time of first diagnosis are most likely to develop cerebral edema.
DKA usually follows increasing hyperglycemia and symptoms of osmotic diuresis. Users of insulin pumps, by virtue of absent reservoirs of subcutaneous insulin, may present with ketosis and more normal blood glucose levels. They are more likely to present with nausea, vomiting, and abdominal pain, symptoms similar to food poisoning. DKA may manifest as respiratory distress.

Injection-site hypertrophy

If children persistently inject their insulin into the same area, subcutaneous tissue swelling may develop, causing unsightly lumps and adversely affecting insulin absorption. Rotating the injection sites resolves the condition.
Fat atrophy can also occur, possibly in association with insulin antibodies. This condition is much less common but is more disfiguring.

Diabetic retinopathy

The most common cause of acquired blindness in many developed nations, diabetic retinopathy is rare in the prepubertal child or within 5 years of onset of diabetes. The prevalence and severity of retinopathy increase with age and are greatest in patients whose diabetic control is poor. Prevalence rates seem to be declining, yet an estimated 80% of people with type 1 diabetes mellitus develop retinopathy.[8]

Diabetic nephropathy and hypertension

The exact mechanism of diabetic nephropathy is unknown. Peak incidence is in postadolescents, 10-15 years after diagnosis, and it may occur in as many as 30% of people with type 1 diabetes mellitus.[9]
In a patient with nephropathy, the albumin excretion rate (AER) increases until frank proteinuria develops, and this may progress to renal failure. Blood pressure rises with increased AER, and hypertension accelerates the progression to renal failure. Having diabetic nephropathy also increases the risk of significant diabetic retinopathy.
Progression may be delayed or halted by improved diabetes control, administration of angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACE inhibitors), and aggressive blood pressure control. Regular urine screening for microalbuminuria provides opportunities for early identification and treatment to prevent renal failure.
A child younger than 15 years with persistent proteinuria may have a nondiabetic cause and should be referred to a pediatric nephrologist for further assessment.

Peripheral and autonomic neuropathy

The peripheral and autonomic nerves are affected in type 1 diabetes mellitus. Hyperglycemic effects on axons and microvascular changes in endoneural capillaries are amongst the proposed mechanisms.
Autonomic changes involving cardiovascular control (eg, heart rate, postural responses) have been described in as many as 40% of children with diabetes. Cardiovascular control changes become more likely with increasing duration and worsening control.[10] In adults, peripheral neuropathy usually occurs as a distal sensory loss.
Gastroparesis is another complication, and it which may be caused by autonomic dysfunction. Gastric emptying is significantly delayed, leading to problems of bloating and unpredictable excursions of blood glucose levels. 

http://emedicine.medscape.com/article/919999-overview

super junior


Super Junior

Terkenal sejak merilis single "U" (2006)

BIOGRAFI

Super Junior (Suju atau SJ) adalah boyband asal Korea Selatan yang dibentuk oleh SM Entertainment sejak tahun 2005. Super Junior awalnya memiliki 13 personil, yaitu %Leeteuk% (Park Jung Soo), Han Geng, Heechul (Kim Heechul), Yesung (Kim Jung Woon ), Kangin (Kim Young Woon), Shindong (Shin Dong Hee), Sungmin (Lee Sung Min), Eunhyuk (Lee Hyuk Jae), Donghae (Lee Donghae), Siwon (Choi Siwon), Ryeowook (Kim Ryeo Wook), Kibum (Kim Kibum) dan Kyuhyun (Cho Kyu Hyun). 

http://www.wowkeren.com/seleb/super_junior/